ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦸꦁꦲꦤ꧀ꦝꦲꦤ꧀ꦲꦶꦁꦏꦁꦩꦮꦶꦥꦤꦩ꧀ꦧꦁ

  1. Akhiran yang berawal aksara: [ha], apabila dilekatkan pada suku kata tertutup: ꦲ [ha] berubah menjadi aksara tertutup tersebut, seperti: ꦲꦮꦤ꧀ꦤ [awanna], ꦮꦠꦏ꧀ꦏꦺ [watakke], ꦊꦊꦱ꧀ꦱꦤ꧀\ [lêlêssan], ꦤꦁꦒꦥ꧀ꦥꦶ  [nanggappi], ꦒꦼꦒꦼꦩ꧀ꦩꦼꦤ꧀ [gêgêmmên], ꦫꦧ꧀ꦧꦤ [rahabbana].
  2. Akhiran: [a].
    •  Apabila terletak dibelakang suku kata terbuka, tetap ditulis: [a], misalnya: ꦧꦶꦱꦲ[bisaa].
    • Berubah menjadi:  [ya], apabila dilekatkan pada suku kata terbuka: wulu [u], atau: taling [i], sedangkan apabila suku kata tersebut bukan:  [ya], misalnya: ꦮꦤꦶꦪ [waniya], ꦣꦺꦣꦺꦪ  [dhedheya], tetapi: ꦥꦿꦶꦪꦪꦶꦲ [priyayia], ꦏꦥꦿꦶꦪꦺꦲ kp]i[ya [kapriyea], tidak ditulis: ꦥꦿꦶꦪꦪꦶꦪ [priyayiya], ꦏꦥꦿꦶꦪꦺꦪ [kapriyeya].
    •  Berubah menjadi: w [wa], apabila dilekatkan pada suku kata terbuka: suku [u], atau: taling tarung [o], sedangkan apabila bukan suku kata: w [wa], misalnya: niruw [niruwa], [bo[dow [bodhowa], tetapi: nwua [nawua], cu[woa [cuwoa], tidak ditulis: nwuw [nawuwa], cu[wow [cuwowa].
  3. Akhiran: ꦲꦺ [e], apabila dilekatkan pada suku kata terbuka, berubah menjadi: [n [ne], jadi tidak menggunakan pasangan: n [na], misalnya: jr [jara] – jr[n [jarane], bukan jr[nN [jaranne]. alu [alu] – alu[n [alune], bukan alu[nN [alunne].
  4. Akhiran: ꦲꦶ [i], apabila terletak di belakang suku kata terbuka, dengan pertolongan akhiran: an\ [an] terlebih dahulu, misalnya: pd [padha] – mdnNi [madhani]. genTi [gênti] – a=ge[nTnNi [anggêntènni]. bau [bau] – amB[aonNi [ambaonni].
  5. Akhiran: ꦲꦤ꧀ [an].
    1. Apabila dilekatkan pada suku kata terbuka, yang menggunakan sandangan: ꦶ wulu [i], atau: ꦺ taling [e], tidak luluh, awal akhiran berubah menjadi:  [ya], misalnya: ꦢꦔꦢꦶ [dadi] – kffiyn\ [kadadiyan]. g[d [gadhe] – pg[dyn\ [pagadheyan]. Apabila dilekatkan pada suku kata terbuka, yang menggunakan sandangan: suku [u], atau: taling tarung [o], tidak luluh, awal akhiran berubah menjadi: w [wa], kados ta: lku [laku] – klkuwn\ [kalakuwan]. j[go [jago] – j[gown\ [jagowan]
    2.  Ada beberapa kata yang pada akhir suku katanya diberi ꦃ wignyan [h], menyimpang dari aturan IV. 1. misalnya: weruh [wêruh] – kruwn\ [karuwan]. klih [kalih] – kliyn\ [kaliyan]. plih [palih] – pliyn\ [paliyan] (saudara sepersusuan). Tetapi: plihan\ [palihan] (krama), sedangkan ngoko: p[ron\ [paron].
    3. Kata-kata pada bagian: 1, di atas, apabila mendapatkan akhiran: ꦲꦺ [e], maka ꦃ wignyan [h] kadang-kadang bisa muncul lagi, misalnya: kruwn\ [karuwan] – kruha[nN [karuhhane]. pliyn\ [paliyan] – pliha[nN [palihhane]
  6. Akhiran: ꦲꦼꦤ꧀ [ên], apabila dilekatkan pada suku kata terbuka, berubah menjadi: nen\ [nên], misalnya: auj [uja] – aujnen\ [ujanên]. pnu [panu] – pnunen\ [panunên].
  7. Akhiran: ꦲꦤ [ana]: apabila dilekatkan pada suku kata terbuka, dengan pertolongan akhiran: an\ [an] terlebih dahulu, misalnya: ab [aba] – zbnNn [ngabannana]. tli [tali] – t[lnNn [talènnana]. [p[p [pepe] – [p[pnNn [pèpènnana]. lku [laku] – l[konNn [lakonnana]. g[do [gadho] – g[donNn [gadhonnana].
  8. Akhiran: ꦲꦏꦺ [ake].
    • Ha. Apabila dilekatkan pada suku kata terbuka, suku kata tersebut ditutup dengan: k [ka] terlebih dahulu, sedangkan akhiran tetap: a[k [ake], apabila akhir suku kata tersebut: wulu [i], berubah menjadi: taling [e], apabila akhir suku kata: suku [u], berubah menjadi: taling tarung [o], misalnya: tp [tapa] – npkH[k [napakake]. lli [lali] – zL[lkH[k [nglalèkake]. ge[d [gêdhe] – a=ge[dkH[k [anggêdhèkake]. aju [aju] – z[jokH[k [ngajokake]. [bo[do [bodho] – a[mBo[dokH[k [ambodhokake].
    • Na. Kata yang bersuku kata akhir konsonan mati: n [na], apabila mendapat akhiran: a[k [ake], ada yang konsonan mati: n [na], berubah menjadi: k [ka], kemudian akhiran: a[k [ake], berubah menjadi: k[k [kake], misalnya: pkn\ [pakan] – mkkK[k [makakkake]. [a[won\ [ewon] – k[a[wokK[k [kaewokkake].
  9. Akhiran:  [na]. Apabila dilekatkan pada suku kata tertutup, tidak berubah, misalnya: [go[lk\ [golèk] – [go[lkN [golèkna]. Apabila tujuannya untuk dipanjangkan, akhiran: n [na], boleh dipanjangkan menjadi aen [êna]. Misalnya: [go[lkHen [golèkêna].
  10. Akhiran: ꦲꦶꦥꦸꦤ꧀ [ipun], apabila dilekatkan pada suku kata terbuka, berubah menjadi: ꦤꦶꦥꦸꦤ꧀ [nipun], misalnya: ꦕꦸꦕ[cuwa] – ꦕꦸꦮꦤꦶꦥꦸꦤ꧀ [cuwanipun]. ꦫꦺꦴꦠꦶ [roti] – ꦫꦺꦴꦠꦶꦤꦶꦥꦸꦤ꧀ [rotinipun]. ꦥꦸꦠꦸ [putu] – ꦥꦸꦠꦸꦤꦶꦥꦸꦤ꧀ [putunipun], tidak ditulis: ꦕꦸꦮꦤ꧀ꦤꦶꦥꦸꦤ꧀ \ [cuwannipun], ꦫꦺꦴꦠꦺꦤ꧀ꦤꦶꦥꦸꦤ꧀  [rotènnipun], ꦥꦸꦠꦺꦴꦤ꧀ꦤꦶꦥꦸꦤ꧀ [putonnipun].
  11. Kata yang berupa wisesa na lingga, apabila mendapat akhiran:  [a], ditulis sesuai pengucapannya, jadi tanpa menggunakan pasangan:  [na], misalnya: ꦱꦧꦸꦏ꧀ꦏꦤ꧀ [sabukkan] – ꦱꦧꦸꦏ꧀ꦏꦤ[sabukkana], tidak ditulis: ꦱꦧꦸꦏ꧀ꦏꦤ꧀ꦤ[sabukkanna].

Sumber : Sastra Sriwedari 1926