Reunion Kampung ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Aksara Jawa dan Jepang.

27 January 2024 | 166 kali
Fitur By : Nanang Purwono

Omahaksara.id: Surabaya (27/1/24) – Hasil rapat di ruang ꦄꦱꦶꦱ꧀ꦠꦺꦤ꧀ꦄꦣ꧀ꦩꦶꦤꦶꦱ꧀ꦠꦿꦱꦶꦈꦩꦸꦩ꧀ Asisten Administrasi Umum, Pemerintah Kota Surabaya pada Rabu (24/1/24) adalah tentang tindak lanjut penggunaan Aksara Jawa di kantor Kelurahan, kecamatan dan dinas dinas di lingkungan pemerintahan kota Surabaya.

Usai rapat tindak lanjut Aksara Jawa di ruang Aaiaten Asministrasi dan Hukum. Foto: dok PAR/omahaksara.id

Diantaranya adalah bahwa Dinas Pendidikan Kota Surabaya memasukkan Aksara Jawa menjadi Muatan Lokal (mulok), Kegiatan Sinau Aksara Jawa oleh ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni, dibawah koordinasi Dinas Pendidikan Kota Surabaya dan Bapemkesra membuat percontohan Kampung Aksara Jawa di Surabaya.

Sinau Aksara Jawa adalah kegiatan belajar Aksara Jawa, yang diinisiasi dan diselenggarakan oleh komunitas budaya ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni dengan bekerjasama dengan dinas dinas terkait di Pemerintah Kota Surabaya. Kegiatan ini dibuka untuk umum dengan jumlah peserta yang terbatas karena menyesuaikan kapasitas ruang belajar.

Kegiatan pra acara (koordinasi) Sinau Aksara Jawa di Museum Pendidikan Surabaya. Foto: nanang PAR/omahaksara.id

Untuk acara perdana ini diadakan di Museum Pendidikan Surabaya yang bertempat di Jalan Genteng Kali 10 Surabaya. Sebelumnya gedung kolonial ini pernah dipakai sebagai sekolahan ꦠꦩꦤ꧀ꦱꦶꦱ꧀ꦮ Taman Siswa. Di era Pemerintahan Hindia Belanda, gedung ini dipakai sebagai sebuah villa yang bernama Villa Rivierzight atau Riverview Villa, Villa dengan pemandangan sungai (Kalimas).

Menurut Agus M.T., kurator museum, pemilihan tempat untuk sinau Aksara Jawa ini tepat sekali karena terkoneksi dengan misi museum yang tidak hanya mempreservasi koleksi artefak, seperti ꦩꦤꦸꦱ꧀ꦏꦿꦶꦥ꧀ Manuskrip, tapi juga mempromosikan isi koleksi kepada masyarakat. 

“Belajar aksara Jawa ini ada korelasi dengan belajar manuskrip yang menjadi koleksi museum”, jelas Agus.

Dengan begitu ꦩꦸꦱꦺꦪꦸꦩ꧀ꦥꦼꦤ꧀ꦝꦶꦣꦶꦏꦤ꧀ Museum Pendidikan menjadi wadah pembelajaran Aksara Jawa sebagai tindak lanjut dari kebijakan Pemerintah Kota Surabaya terkait dengan penggunaan Aksara Jawa di Surabaya.

Sekda Kota Surabaya, Ikhsan, pernah berpesan bahwa setelah pemasangan Aksara Jawa harus ada tindak lanjut kegiatan belajar menulis dan membaca Aksara Jawa. Karenanya ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni hadir di Surabaya. Kehadirannya mendapat dukungan dari komunitas budaya Sega Jabung di Yogyakarta yang berafiliasi dengan Dinas Kebudayaan DIY.

Ita Surojoyo, founder ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni mengatakan bahwa komunitasnya menerima hibah buku buku terkait dengan pengajaran dan belajar Aksara Jawa.

Ita Surojoyo menerimah hibah buku buku Aksara Jawa dari komunitas Sega Jabung Yogyakarta. Foto: dok PAR/omahaksara.id

“Buku buku ini untuk mendukung kegiatan Sinau Aksara Jawa di Surabaya”, jelas ꦆꦠꦯꦸꦫꦗꦪ Ita Surojoyo, yang setiap hari bekerja sebagai konsultan pendidikan ke Luar Negeri.

 

Kampung Aksara Jawa

Terkait dengan salah satu poin resume rapat di ruang Asisten Administrasi Umum pada 24 Januari 2024 lalu adalah bahwa Bapemkesra membuat percontohan  ꦏꦩ꧀ꦥꦸꦁꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ  Kampung Aksara Jawa di Surabaya. 

Kampung Aksara Jawa di Surabaya layak jadi percontohan. Foto: dok PAR/omahaksara.id

Di RW 5 Wisma Kedung Asem Indah, Kelurahan Kedung Baruk, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, aktivis budaya dari Puri Aksara Rajapatni menemukan bahwa di lingkungan RW 5 Wisma Kedung Asem Indah ini didapati aktivitas warga yang sangat melestarikan budaya Jawa, diantaranya adalah ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Aksara Jawa.

Selain terdapat kegiatan seni budaya yang berupa kegiatan Campursari ,ꦩꦕꦥꦠꦤ꧀ Macapatan, berlatih angklung dan yang terbaru adalah nguri uri Aksara Jawa. Karena kekhasan kegiatan budaya di sini, wakil Konjen Jepang, Ishi Yutaka, sempat berkunjung secara khusus ke tempat ini. Akhirnya untuk menandai jejak budaya Jepang karena magnet Aksara Jawa, Ketua RW 5, Didik, beserta pengurus RW 5 berinisiasi membuat papan reunifikasi Jawa dan Jepang dalam bentuk penulisan bagian bagian dari lingkungan Balai RW 5 dengan papan nama yang beraksara Jawa dan Jepang.

Aksara Jawa dan Jepang dalam satu frame. Foto: nanang PAR/omahaksara.id

“Kedatangan pak Ishi Yutaka, memberi inspirasi kami dalam berkegiatan seni dan budaya, makanya penandaan itu kami wujudkan dengan penyatuan ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮꦣꦤ꧀ꦗꦼꦥꦁ Aksara Jawa dan Jepang”, jelas Ketua RW 5, Didik.

Ishi Yutaka, warga Jepang di Surabayq, bersama warga RW 5 Wisma Kedung Asem Indah. Foto: nanang PAR/omahaksara.id

Secara fisik, lingkungan RW 5 ini sangat indah karena vegetasi yang dibangun dan ditata sebagai sebuah taman flora yang memberi manfaat kepada warga. Ada tanaman dan pohon produktif di sini. Ada buah naga yang menjadi pagar lingkungan RW serta pohon buah lainnya termasuk ditatanyaꦸꦤ꧀ꦝꦸꦫꦶꦪꦤ꧀ Kebun Durian.

Ada setting pendopo dan gazebo Jawa, ada kolam kolam budidaya ikan, ada tempat pembuatan pupuk kompos, ada perpustakaan, ada kelas belajar Bahasa Inggris dan Aksara Jawa. Bahkan mereka berseragam yang bernuansa ꦧꦸꦣꦪꦗꦮ budaya Jawa.

Sebuah gazebo di tengah taman. Foto: nanang PAR/omahaksara.id

Tokoh penggerak budaya Surabaya, A. Hermas Thony membedah buku “Surabaya Beraksara Nusantara: kisah keberanian kembali beraksara Jawa, simbol jati diri” karya ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni di Pendopo RW 5 Wisma Kedung Asem Indah pada Kamis, 25 Januari 2024. Bedah buku di tempat ini bukan tidak ada alasan. Menurut Thony, kampung pertama di Surabaya yang langsung mendukung upaya penggunaan Aksara Jawa adalah RW 5 Wisma Kedung Asem Indah ini.

Usai Bedah Buku. Foto: nanang PAR/omahaksara.id
Buku Surabaya Beraksara Nusantara terbitan Puri Aksara Rajapatni. Foto: nanang PAR/omahaksara.id

Bedah buku Surabaya Beraksara Nusantara ini disajikan A. Hermas Thony  dalam rangka reses untuk menyapa warga dan sekaligus dalam upaya membumikan Aksara Jawa.

Di tempat ini pulalah sebuah konsepsi budaya Jawa dan Jepang mulai terinisiasi. Konsepsi ini meneguhkan upaya membumikan Aksara Jawa di Surabaya. Dari tempat inilah, diskusi budaya terkait Aksara Jawa semakin kuat dan apalagi ada studi banding dengan ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦏꦚ꧀ꦗꦶꦗꦼꦥꦁ Aksara Kanji Jepang. 

Studi banding, yang bersifat tukar menukar wawasan, ini dilakukan antara wakil Konjen Jepang Ishi Yutaka dan wakil Ketua DPRD Surabaya,  A. Hermas Thony, yang juga dikenal sebagai tokoh ꦥꦼꦁꦒꦼꦫꦏ꧀ꦧꦸꦣꦪ penggerak budaya Surabaya.

Karenanya di lingkungan RW 5 Wisma Kedung Asem Indah, terdapat tulisan Aksara Jawa dan Jepang.

“Ini namanya Reunion Jawa dan Kanji”, kata Thony.

Tidak salah karena bangsa Jepang pernah ada di Surabaya jauh sebelum tahun 1942, yang dikenal ketika Jepang akan menguasai ꦄꦱꦶꦪꦠꦶꦩꦸꦂꦫꦪ Asia Timur Raya, termasuk Indonesia. Tapi jauh sebelum 1942, bangsa Jepang sudah bermukim di Surabaya pada akhir abad 19. 

Ishi Yutaka, warga Jepang di Surabaya, menunjukkan koleksi buku bukunya. Foto: nanang PAR/omahaksara.id

Data terkait dengan keberadaan masyarakat Jepang di Surabaya ini seperti yang dimiliki oleh Ishi Yutaka pada buku buku yang berjudul “Setengah Abad Kehidupan Hindia Belanda dari foto” (Masyarakat orang Jepang di Indonesia sebelum perang), “Jejak Masyarakat Jepang Zaman Hindia Belanda “ dan “Surabaya, Kampung as Cosmos”.

RW 5 Wisma Kedung Asem Indah tidak hanya menjadi Kampung Aksara Jawa tapi sekaligus Kampung yang menjadi ꦫꦺꦪꦸꦤꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮꦣꦤ꧀ꦗꦼꦥꦁ Reuni Aksara Jawa dan Jepang. (nanang PAR)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *