Candi Tikus, Tempat ꦫꦶꦠꦸꦮꦭ꧀ Ritual Bertemunya Manusia dengan Para Dewa
3 February 2024 | 176 kali
Sejarah By : Nanang Purwono
Omahaksara.id: Surabaya (3/2/24) – Jumat sore (2/2/24) langit Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto agak redup. Hujan habis mengguyur kawasan dimana terdapat situs ꦄꦂꦏꦺꦪꦺꦴꦭꦺꦴꦒꦶ arkeologi Candi Bajang Ratu dan Candi Tikus.
Kedua situs ini adalah bagian dari kunjungan wisata arkeologi wisatawan asal Amerika, yang datang dengan Kapal Pesiar Intercruises. Kapal berbadan lebar ini bersandar Jumat pagi (2/2/24) menjelang siang. Ada 7 bus yang menuju ꦠꦿꦺꦴꦮꦸꦭꦤ꧀ Trowulan. Lainnya, belasan armada menjelajah Surabaya.
Sesuai dengan agenda wisata bahwa obyek obyek wisata Trowulan yang dikunjungi adalah Pusat Informasi Majapahit (PIM) atau yang lebih umum disebut ꦩꦸꦱꦺꦪꦸꦩ꧀ꦠꦿꦺꦴꦮꦸꦭꦤ꧀ Museum Trowulan. Para wisatawan asal Amerika, yang berkunjung ke Trowulan, adalah tamu tamu yang memiliki minat khusus dan rela membayar lebih untuk mengetahui peninggalan klasik Indonesia di Kabupaten Mojokerto.
Peninggalan klasik ini dikenal sebagai eks ꦆꦧꦸꦏꦺꦴꦠꦩꦗꦥꦲꦶꦠ꧀ Ibukota Majapahit, Trowulan. Disana mereka mengunjungi PIM atau yang lebih dikenal Museum Trowulan, Candi Bajang Ratu dan Candi Tikus. Dalam kunjungan itu cuaca sangat mendukung di sepanjang sore. Langit mendung dan tidak hujan. tanah basah setelah diguyur hujan. Pemandangan sawah, kebun tebu dan gunung Penanggungan yang seolah menyembul dari hamparan kebun tebu menjadi pemandangan alam, yang eksotik, menurut wisatawan yang rata rata berusia lansia. Mereka memburu pemandangan alam hamparan tebu dengan gunung Penanggungan di kejauhan dengan kamera kamera fotonya.
Hamparan alam baik kebun tebu dan sawah adalah cerita tersendiri dari narasi tentang Majapahit, sebuah paket wisata arkeologi yang ditawarkan Intercruises yang bekerja sama dengan ground tour operator Ina Tour. Negeri agraris tidak hanya menjadi sebutan Jawa Timur sekarang, tetapi sudah menjadi kekayaan ꦧꦸꦩꦶꦩꦗꦥꦲꦶꦠ꧀ bumi Majapahit. Kekayaan inilah yang masih berkelanjutan hingga sekarang. Dari Kekayaan inilah sustainability peradaban masih berjalan hingga sekarang.
Peradaban lainnya, yang dilakukan masyarakat setempat, adalah pembuatan ꦏꦼꦫꦗꦶꦤꦤ꧀ꦄꦂꦕ kerajinan arca dari bongkahan batu cadas, pembuatan arca logam serta pembuatan batu bata merah yang sejak dulu menjadi bahan pembangunan candi, gerbang dan lainnya. Semua ini adalah peradaban Majapahit yang secara kultural, sosial dan ekonomi, geliatnya masih bisa dilihat. Narasi narasi hidup inilah yang membuat wisatawan asal Amerika ini terkagum kagum.
Peninggalan ꦄꦂꦏꦺꦪꦺꦴꦭꦺꦴꦒꦶ arkeologi yang terkoleksi di Museum Trowulan dan yang masih pada situs situsnya (in situ) semakin menambah visualisasi tentang Majapahit, bahwa Majapahit adalah nyata.
Benda benda arkeologi, yang jumlahnya ribuan adalah wujud nyata keberadaan Majapahit. Salah satu yang menjadi perhatian ꦮꦶꦱꦠꦮꦤ꧀ wisatawan ini adalah arca Airlangga yang sedang menunggang Garuda. Bagi mereka arca ini memberi wujud keberlangsungan dengan Indonesia sekarang.
Yaitu penggunaan lambang negara, burung ꦒꦫꦸꦣ Garuda. Sementara Airlangga menjadi benang merah histori yang merangkai timeline dulu (sebelum Majapahit), Majapahit dan mendatang. Ada benang merah peradaban pemerintahan, sebuah negara (Kahuripan) di era Raja Airlangga, kemudian menjadi Kediri, Singasari, Majapahit dan kini Indonesia.
Dari Museum Trowulan, kunjungan berikutnya ke Candi Bajang Ratu, yang secara fisik arsitektur menggambarkan pola bangunan gapura Majapahit. Candi Bajang Ratu adalah model bangunan gapura yang disebut Paduraksa. Umumnya di suatu tempat dengan adanya gerbang ꦥꦣꦸꦫꦏ꧀ꦱ Paduraksa menunjukkan adanya tempat suci. Paduraksa memiliki arti memadukan dua rasa. Yaitu memadukan rasa dari manusia (orang yang datang berkunjung) dengan rasa pihak (astral) yang ada di sana. Model gapura Majapahit lainnya adalah ꦒꦥꦸꦫꦧꦺꦤ꧀ꦠꦂ Gapura Bentar (Split Gate) yang bentuknya bisa dilihat di Candi Wringin Lawang di desa Jatipasar, Trowulan.
Lebih menarik lagi ketika di Candi Bajang Ratu ini, para wisatawan ini bisa melihat adanya lobang ekskavasi dari kelanjutan tembok gapura di sisi kiri dan kanannya. Pemandangan ini memberi para wisatawan pengalaman yang seolah membawa mereka pada proses ꦌꦏ꧀ꦱ꧀ꦏꦮ꦳ꦱꦶ ekskavasi.
Tempat terakhir yang dikunjungi adalah ꦕꦤ꧀ꦝꦶꦠꦶꦏꦸꦱ꧀ Candi Tikus, yang letaknya tidak jauh dari Candi Bajang Ratu. Di Candi Tikus ini ada atraksi dadakan yang memberi suguhan kultural kepada para wisatawan.
Candi Tikus selama ini selain dikenal sebagai tempat pemandian (bathing place), juga dikenal sebagai tempat persembahyangan (worshipping place) dengan adanya sosok ꦩꦺꦫꦸ Meru, di tengah tengah kolam.
Meru, juga disebut ꦱꦼꦩꦺꦫꦸ Semeru, berarti “Meru Agung” adalah gunung suci dalam kosmologi Hindu dan Buddha dan dianggap sebagai pusat alam semesta, baik secara fisik maupun metafisik spiritual. Meru dianggap sebagai tempat bersemayam para ꦣꦺꦮ dewa, terutama dewa Brahma dan Dewata. Karena itu, dalam konsep pemandian Candi Tikus, siapa setelah melakukan pensucian (mandi), mereka bisa melakukan ritual pemujaan kepada para dewa.
Di sana di sore itu, kebetulan ada warga Bali yang sengaja datang dari Bali ke ꦕꦤ꧀ꦝꦶꦠꦶꦏꦸꦱ꧀ Candi Tikus khusus untuk melakukan ritual kepada para dewa. Dia menaruh sesaji dan membakar dupa di dekat air kolam sebagai proses bertemunya manusia dan yang dipuja (dewa). Di sinilah tempat bertemunya manusia dan dewa. Ada kekuatan besar dari Candi Tikus kepada mereka, manusia, yang dipilihnya.
Karuan saja ꦄꦠꦿꦏ꧀ꦱꦶꦏꦸꦭ꧀ꦠꦸꦫꦭ꧀ atraksi kultural yang mendadak itu menjadi perhatian para tamu dari Amerika ini. (nanang PAR)