Apresiasi Para Profesor dari Dalam dan Luar Negeri Tentang Penggunaan Aksara Jawa di Surabaya.

25 April 2024 | 126 kali
Fitur By : Nanang Purwono

Omahaksara.id: Surabaya (25/4/24) – ꦧꦸꦏꦤ꧀ꦭꦒꦶꦆꦱꦥꦤ꧀ꦗꦼꦩ꧀ꦥꦺꦴꦭ꧀꧈ꦧꦸꦏꦤ꧀ꦥꦸꦭꦥꦸꦁꦒꦸꦏ꧀ꦩꦼꦫꦶꦤ꧀ꦝꦸꦏꦤ꧀ꦧꦸꦭꦤ꧀ꦝꦤ꧀ꦗꦸꦒꦧꦸꦏꦤ꧀ꦱꦼꦥꦼꦂꦠꦶꦈꦁꦏꦥꦤ꧀“ꦎꦚ꧀ꦕꦺꦆꦤ꧀ꦄꦧ꧀ꦭꦸꦮꦺꦩꦺꦴꦎꦤ꧀”꧉ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮꦧꦼꦤꦂꦧꦼꦤꦂꦚꦠꦏꦼꦩ꧀ꦧꦭꦶꦏꦼꦥꦁꦏꦸꦮꦤ꧀ꦯꦸꦫꦨꦪ꧉

Plakard beraksara Jawa di Surabaya. Foto: nanang PAR

BUKAN lagi isapan jempol. Bukan pula pungguk merindukan ꦧꦸꦭꦤ꧀ bulan dan juga bukan seperti ungkapan “once in a blue moon”. Aksara Jawa benar benar nyata kembali ke pangkuan Surabaya.

Aksara Jawa pernah jaya dan menjadi bagian dari literasi tulis di Surabaya. Beberapa peninggalan kuno di kota ini menunjukkan bukti historis itu. Ada ꦥꦿꦱꦱ꧀ꦠꦶ prasasti beraksara Jawa terbuat dari plat logam di Masjid Kemayoran, yang dulu riwayatnya adalah sebagai masjid Kabupaten. Masjid di bangun pada 1848. Prasasti itu mengisahkan tentang pendirian masjid oleh tiga pejabat pemerintah mulai bupati Surabaya, Residen Surabaya hingga Gubernur Jendral Hindia Belanda.

Ada juga ꦥꦿꦱꦱ꧀ꦠꦶ prasasti, yang terukir pada kayu di gapura Sunan Ampel dan dibuat pada kisaran abad 15. Selain itu juga ada di komplek pemakaman para bupati Surabaya di Sentono Agung Botoputih Pegirian.

Ditambah lagi dengan beberapa ꦩꦤꦸꦱ꧀ꦏꦿꦶꦥ꧀ manuskrip temuan di Surabaya yang beraksara Nusantara. Satu lagi adalah plakard plakard yang tertempel di rumah rumah kuno, yang menggunakan Aksara Jawa yang berbunyi “Sugeng Rawuh”, dan “ Sing ndemok matek” (untuk peringatan bahaya pada instalasi listrik).

Kini Aksara Jawa itu sudah dimana mana dan bahkan melebihi jumlah Aksara Jawa yang pernah dipakai di Surabaya tempo dulu, khususnya di kantor kantor pemerintah kota Surabaya. Kota Surabaya tidak seperti kota Yogyakarta, Solo atau pun Semarang yang masyarakatnya lebih monoton (etnis Jawa). Surabaya lebih heterogen, tapi Aksara Jawa dapat bersanding dengan ꦩꦺꦴꦣꦺꦂꦤꦶꦱꦱꦶ modernisasi.

Bukanlah hal, yang kemudian dianggap aneh, tapi justru Surabaya menunjukkan keluarbiasaan dan kehebatan, ketika Surabaya menjadi sebuah kota dimana Tradisi bertemu Modernisasi. Surabaya is the city where the East meets the West.

Surabaya menambah unsur perbedaan, yang dapat teruntai dengan indah bagai untaian beragam bunga yang ꦮꦂꦤꦮꦂꦤꦶ warna warni.

Seorang profesor ahli ꦧꦲꦱꦗꦮ bahasa Jawa di Canberra, Australia, Prof. George Queen, mengikuti pergerakan Aksara Jawa di Surabaya. Melalui pesan Whatsapp (WA), George memberikan komentar bahwa Surabaya telah membuat langkah penting untuk masa depan dalam rangka pelestarian Aksara Jawa. George berharap kota kota lain bisa mengikuti langkah Surabaya.

“Sugeng sonten Pak Nanang. Using aksara Jawa in office signage in Surabaya is a significant step forward. Let’s hope other cities in Java follow Surabaya’s example. Congratulations on this achievement. Ngaturaken salam saking bumi Canberra Australia. 🙏 George”, demikian apresiasi Prof. George Queen dari Australia.

Hal senada juga disampaikan oleh ꦮꦏꦶꦭ꧀ꦏꦼꦠꦸꦮ Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, A. Hermas Thony, yang juga tokoh penggerak Budaya Surabaya, bahwa Aksara Jawa tidak sekedar literasi tulis. Ada makna dan manfaat dari balik literasi Aksara, yang sudah bertebaran di penjuru kota Surabaya.

Aksara Jawa bisa dipakai sebagai upaya mendorong pemanfaatan aneka komponen lokal untuk produk produk ꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪ Indonesia.

Setidaknya produk produk Indonesia harus menggunakan 30 persen komponen lokal dan apapun barang yang diproduksi harus diverifikasi dan diberi label lokal. Label lokal ini menggunakan Aksara Jawa “ꦭꦺꦴꦏꦭ꧀”.

“Penggunaan label lokal yang ditulis dalam Aksara Jawa ini sama dengan label ꦲꦭꦭ꧀ Halal yang menggunakan Aksara Arab”, kata Thony.

Dengan begitu ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Aksara Jawa sudah tidak lagi pada tahapan dipelajari, tapi sudah lebih dari itu. Yaitu dimanfaatkan untuk sebuah konsep kebangsaan. Adapun manfaat dari Aksara Jawa dalam konsep kebangsaan adalah Melestarikan Warisan Budaya, Mengakses Naskah Klasik dan Sastra Tradisional, Memahami Simbol dan Filosofi, Menghormati Tradisi dan Upacara Adat, Membuka Peluang dalam Seni dan Kreativitas serta Membangun Jembatan Antar Generasi.

Sementara itu, Profesor ꦱꦸꦥꦂꦠꦺꦴꦮꦶꦗꦪ Suparto Wijoyo, Wakil Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Airlangga mengatakan bahwa penggunaan aksara Jawa menjadi penanda asal muasal diri dan kota. Sedangkan bahasa adalah deret ucap dari formasi aksara.

“Bangsa yang ꦧꦼꦫꦏ꧀ꦱꦫ beraksara merupakan bangsa yang berperadaban bahasa. Dan kita menempatkan titik simpul bahasa itu dengan pengaksaraan yang diabadikan dalam penamaan kawasan sebagai jejak historis, yang menunjukkan siapa kita. Selamat kepada pegiat Aksara Jawa Surabaya. Terus bergerak merangkai adab bangsa dengan memahat aksara Jawa”, tambah Suparto Wijoyo.

Keunikan Aksara Jawa lainnya adalah bahwa Aksara, yang masih belum bisa dipahami umum, bisa dijadikan ꦩꦺꦣꦶꦪꦱꦤ꧀ꦝꦶ media sandi. Selain sebagai sandi, atas penggunaan itu sendiri sudah menjadi sebuah unsur pemajuan kebudayaan. Aksara menjadi dekat dengan masyarakat, meski dalam lingkup tertentu dan tertutup. Namun Aksara sudah menjadi bagian dari pemanfaatan. (nanang PAR)

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *