ꦪꦪꦱꦤ꧀ꦩꦸꦱ꧀ꦭꦶꦩ꧀ꦯꦸꦫꦨꦪ Yayasan Muslim Surabaya & ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni Gelar Pelatihan Membatik Aksara Jawa.
24 December 2023 | 73 kali
Fitur By : Nanang Purwono
Omahaksara.id: Surabaya (24/12/23) – Mengacu pada pesan Dirjen Kebudayaan RI, Hilmar Farid, pada peresmian berdirinya Komunitas Budaya, ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni (22/12/23), Rajapatni bersama Yayasan Muslim Surabaya menggelar “Pelatihan Membatik & Praktek Ibadah Amaliah” di aula ꦪꦪꦱꦤ꧀ꦩꦸꦱ꧀ꦭꦶꦩ꧀ꦯꦸꦫꦨꦪ Yayasan Muslim Surabaya di Pagesangan Kebon Agung Surabaya.
Kegiatan kreatif dan positif ini untuk mengisi waktu luang menjelang liburan semester awal. Menurut ꦮꦲꦾꦸꦣꦶ Wahyudi, Wakil Pengasuh Yayasan, kegiatan ini untuk memperkenalkan karya ꦧꦸꦣꦪꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ budaya Nusantara kepada warga panti asuhan Yayasan Muslim Surabaya.
“Batik dan Aksara Jawa ini adalah karya ꦊꦭꦸꦲꦸꦂꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ leluhur Nusantara. Untuk memperkenalkan karya leluhur itu, kita adakan pelatihan ini guna memberikan bekal pada anak anak panti kami”, terang ꦮꦲꦾꦸꦣꦶ Wahyudi di sela sela kegiatan membatik ini.
Kegiatan ini mendapat dukungan dari pengelola ꦩꦸꦱꦺꦪꦸꦩ꧀ꦩꦶꦤꦶꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ Museum Mini Nusantara, Zaidun, yang mengoleksi ragam batik Nusantara. Zaidun berharap akan ada batik khas Surabaya yang mengangkat nilai aksara Jawa.
Pelatihan batik dengan aksentuasi Aksara Jawa ini mendapat apresiasi dan dukungan dari ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni, sebuah komunitas budaya yang berkomitmen memperkenalkan dan mengembangkan Aksara Jawa di Surabaya.
Rajapatni hadir di Surabaya pada Jumat, 22 Desember 2023 sebagai bentuk ꦄꦏ꧀ꦠꦸꦮꦭꦶꦱꦱꦶ aktualisasi kebijakan walikota Surabaya mengenai penggunaan Aksara Jawa di lingkungan pemerintah kota Surabaya (2023) dan wujud ꦆꦩ꧀ꦥ꧀ꦭꦼꦩꦺꦤ꧀ꦠꦱꦶ implementasi Kongres Aksara Jawa I (2021).
Menurut Dirjen Kebudayaan RI, ꦲꦶꦭ꧀ꦩꦂꦥ꦳ꦫꦶꦣ꧀ Hilmar Farid pada sambutan tertulisnya untuk Rajapatni bahwa apa yang diinisiasi oleh Rajapatni ini adalah sebuah langkah yang tidak saja patut dipuji, tapi juga patut diikuti oleh ꦩꦱꦾꦫꦏꦠ꧀ masyarakat di tempat lain, yang masih mengenal aksara lokalnya masing-masing.
Di Indonesia terdapat ragam ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ aksara Nusantara meski sempat tersisih oleh ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦭꦠꦶꦤ꧀ Aksara Latin pada rentang waktu mulai dari abad 19 dan awal abad 20.
“Dengan meluasnya pendidikan modern Eropa dan penggunaan aksara Latin secara eksklusif, maka hubungan masyarakat dengan kompendium pengetahuan lokal semakin renggang”, jelas Hilmar Farid pada sambutan tertulisnya di acara ꦥꦼꦉꦱ꧀ꦩꦶꦪꦤ꧀ꦫꦗꦥꦠ꧀ꦤꦶ peresmian Rajapatni.
Kini aksara Jawa secara perlahan tapi pasti mulai bangkit kembali. ꦏꦺꦴꦔꦿꦺꦱ꧀ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Kongres Aksara Jawa menjadi penggerak formal di lingkungan tiga provinsi: Jatim, Jateng dan DIY. Secara tidak formal adalah peran masyarakat dan komunitas dalam menindaklanjuti keputusan kongres atau pun kebijakan pemerintah daerah masing masing.
ꦥꦤ꧀ꦠꦶꦄꦱꦸꦲꦤ꧀ Panti Asuhan Muslim Surabaya dan Puri Aksara Rajapatni secara mandiri melakukan gerakan kebudayaan demi pelestaria nꦆꦣꦺꦤ꧀ꦠꦶꦠꦱ꧀ꦧꦁꦱ identitas bangsa ini dan sekaligus memperkenalkan kepada warga panti akan karya leluhur bangsa ini: ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮꦣꦤ꧀ꦧꦠꦶꦏ꧀ Aksara Jawa dan Batik.
Pelatihan membatik dengan ꦄꦏ꧀ꦱꦺꦤ꧀ꦠꦸꦮꦱꦶ aksentuasi aksara Jawa ini menghadirkan praktisi dan pengrajin batik dari Ponorogo, yuni. Menurutnya, peserta pelatihan membatik masih belumlah sabar sehingga malam cair yang mereka goreskan pada kain belum bisa menembus kain.
“Kita bisa maklumi mereka baru pertama kali memegang canting”, ujar ꦪꦸꦤꦶ Yuni.
Pada tahap ꦥꦼꦭꦠꦶꦲꦤ꧀ pelatihan ini, peserta membatik masih menyelesaikan menggambar pola dan mencanting. Selanjutnya pada tahap kedua, mereka akan mencelupkan kain untuk pewarnaan.
“Kita akan seleksi kain dengan malam yang sudah menembus kain supaya menghasilkan batik yang baik”, jelas Yuni sambil memilah milah kain hasil sementara.
Sementara ꦄꦒꦸꦱ꧀ꦱꦶꦱ꧀ꦮꦤ꧀ꦠꦺꦴ Agus Siswanto, Pengasuh Yayasan Muslim Surabaya, mengatakan bahwa hasil dari kegiatan membatik ini akan bisa berkontribusi dalam menemukan pola dan corak batik khas Surabaya yang bermotif Aksara Nusantara, khususnya Aksara Jawa.
Agus Siswanto menambahkan bahwa selain diikuti oleh warga panti asuhan, kegiatan ini juga diikuti oleh ibu ibu penggerak dari RW setempat. (nanang PAR).