Diplomasi Budaya Melalui Sinau Aksara Jawa
18 February 2024 | 168 kali
Fitur By : Nanang Purwono
ꦝꦶꦥ꧀ꦭꦺꦴꦩꦱꦶꦧꦸꦣꦪꦩꦼꦭꦭꦸꦲꦶꦱꦶꦤꦲꦸꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ
Omahaksara.id: Surabaya (18/2/24) – Kelas Sinau Aksara Jawa, yang diadakan oleh komunitas budayaꦥꦸ ꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni (PAR) Surabaya, pada Sabtu sore (17/2/24) berjalan bagai jembatan pengikat dua budaya yang berbeda: Jawa dan Jepang. Aksara Jawa, yang menjadi objek pembelajaran, dalam kelas ini sekaligus menjadi objek mempererat dua budaya adiluhung itu.
Pada kesempatan itu kelas ꦱꦶꦤꦻꦴꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Sinau Aksara Jawa, yang diadakan di ruang paviliun Taman Baca Masyarakat (Dispusip Kota Surabaya) di lingkungan Museum Pendidikan (Disbudporapar Kota Surabaya), menjadi ajang saling tukar menukar budaya antar tutor, tim Rajapatni dan peserta. Di antara para peserta ini adalah keluarga Jepang, yang tinggal di Surabaya.
Mereka Adalah Ishii Yutaka (seorang diplomat untuk Surabaya), Mei Ishii (istri) dan Ryuta Ishii (anak). Jika pada kelas sebelumnya, mereka datang mengenakan pakaian tradisional Jepang ꦏꦶꦩꦺꦴꦤꦺꦴ Kimono, kali ini (17/2/24) mereka datang dengan kue tradisional Mochi, bentuknya seperti kue klepon.
Sementara salah seorang tutor Sinau Aksara Jawa, ꦏꦶꦩꦺꦴꦤꦺꦴ Ita Surojoyo yang biasanya berkebaya Jawa kali ini mengenakan Kimono didampingi oleh tim Rajapatni dengan kostum tradisional Jawa. Sentuhan tradisional Jawa dan Jepang ini diangkat sebagai tema dalam kegiatan belajar Aksara Jawa. Sehingga, seiring dengan berjalannya kegiatan, unsur unsur budaya dari kedua bangsa ini menjadi bahan diskusi.
Mereka berdiskusi tentang Aksara, sebuah studi banding tentang Aksara Jawa dan Jepang (Hiragana, Katakana dan Kanji). Dijelaskan oleh Ginanjar, tutor Rajapatni, bahwa jumlah aksara dalam Aksara Jawa tidak hanya berjumlah 20 seperti yang dikenal dan dipelajari di sekolah sekolah. Menurutnya 20 aksara dalam Aksara Jawa ini hasil penyederhanaan dari ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Aksara Jawa yang telah ada sebelumnya.
Sementara itu, menurut Ishii, dalam ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦼꦥꦁ Aksara Jepang yang terdiri dari Hiragana, Katakana dan Kanji jumlahnya bisa ribuan. Hiragana digunakan untuk menulis kosakata asli bahasa Jepang. Sementara itu, katakana digunakan untuk menuliskan kata-kata serapan dari bahasa asing, dan Kanji melambangkan sebuah kata.
Di keduanya dikenal yang nama ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦉꦏꦤ꧀ Aksara rekan. Aksara Rekan adalah cara menulis Aksara Jawa yang digunakan untuk menulis huruf huruf serapan dari bahasa Asing, misalnya berasal dari Bahasa Arab. Huruf serapan (rekan) dalam aksara Jawa adalah f, dz, kh, dan z.
Diplomasi Budaya
Blangkon, lurik, kimono dan kue mochi menjadi alat diplomasi budaya dalam kelas Sinau Aksara Jawa, yang diadakan di Museum Pendidikan Kota Surabaya oleh ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni. Jepang dan Jawa terpadu dalam kelas perdana yang berlangsung dalam 5 kali pertemuan.
Budaya ꦗꦼꦥꦁ꧉ Jepang dibawakan oleh keluarga Ishii Yutaka, warga Jepang yang tinggal di Surabaya. Bagi Ishii ikut belajar Aksara Jawa sangat menarik dan dalam 4 kali pertemuan, diakuinya dirinya dan keluarga sudah bisa mengikuti baik dalam menulis manual maupun digital.
Baginya menulis Aksara Jawa secara manual dan ꦣꦶꦒꦶꦠꦭ꧀ digital adalah sarana untuk mempelajari budaya Jawa serta makna makna di balik Aksara yang sarat akan nilai filosofi.
Hal yang sama juga diakui oleh Mei Ishii. Ia dan keluarga tanpa sengaja bisa ikut hadir dalam kelas Sinau Aksara Jawa ini. Mei mengatakan bahwa anaknya perlu belajar nilai nilai lokal (Jawa) yang diantaranya adalah Aksara Jawa, sebuah ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ aksara Nusantara yang dinilainya langka di tanahnya sendiri.
Dia dan keluarga senang bisa memperoleh wawasan budaya melalui kegiatan Sinau Aksara Jawa. Mereka pun juga bisa berbagi wawasan budaya Jepang kepada peserta lainnya dan Tim Rajapatni. Misalnya melalui kue tradisional ꦩꦺꦴꦕ꧀ꦲꦶ Mochi, ia bisa bercerita tentang budaya Jepang.
Dari berbagai alat seperti Kimono, lurik, blangkon dan Mochi, sebuah jembatan pemahaman antar kedua bangsa (Jawa dan Jepang) dapat dibangun dan bagi keluarga Ishii Yutaka ini sangat penting. Tidak hanya bagi Jawa dan Jepang, tapi juga berlaku antar bangsa bangsa lainnya di era ꦒ꧀ꦭꦺꦴꦧꦭꦶꦱꦱꦶ globalisasi ini. (nanang PAR)