Pementasan ꦮꦱꦶꦪꦠ꧀ Wasiat Diponegoro

7 January 2024 | 82 kali
Fitur By : Nanang Purwono

Omahaksara.id: Surabaya (7/1/24) – Pangeran Diponegoro, yang lahir pada 11 November 1785, meninggal pada  8 Januari 1855. Ia adalah salah seorang ꦥꦃꦭꦮꦤ꧀ pahlawan nasional Republik Indonesia, yang memimpin Perang Jawa selama periode tahun 1825 hingga 1830. Kegigihannya itu adalah melawan pemerintah Hindia Belanda.

Tepat 169 tahun, wafatnya dikenang melalui pementasan yang berjudul ꦮꦱꦶꦪꦠ꧀ꦝꦶꦥꦺꦴꦤꦺꦒꦺꦴꦫꦺꦴ Wasiat Diponegoro. Pementasan ini adalah sebuah renungan di hari wafatnya Pangeran Diponegoro (8 Januari 1855) untuk melihat figur teladan yang memiliki visi kebangsaan kuat ke depan.

Lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro, karya Raden Saleh. Foto: doc/omahaksara.id

Pementasan Wasiat Diponegoro dibuat berdasarkan buku ꦧꦶꦪꦺꦴꦒꦿꦥ꦳ꦶ biografi Pangeran Diponegoro, yang ditulis oleh Peter Carey berdasarkan Biografi, yang ditulis oleh Pangeran Diponegoro sendiri, pada masa pengasingannya. 

Pementasan ini dimainkan oleh Eko Supriyanto, seorang penari dan koreografer yang juga pernah menjadi penari Madonna dan Sardono W. Kusumo (Mas Don). Sementara pembacaan buku oleh Mas Don, Rachman Sabur, Hanindawan dan ꦥꦸꦥꦸꦃꦣꦤ꧀ꦝꦁꦒꦸꦭ Pupuh Dandanggula oleh Peni Candrarini dengan iringan musik Otto Sidharta. 

Sardono W. Kusumo memerankan Pangeran Diponegoro. Foto: wiji PAR/omahaksara.id

Pertunjukan dimulai jam 20.00 dengan diawali kemunculan Mas Don di atas pentas, yang berlatar belakang reproduksi lukisan karya ꦫꦣꦺꦤ꧀ꦱꦭꦺꦃ Raden Saleh. Mas Don menceritakan latar belakang bagaimana pertunjukan Pesan Diponegoro dibuat. 

Pertunjukan dilanjutkan dengan kemunculan Eko S, yang didapuk sebagai pemeran Diponegoro muda. Kemunculannya di atas panggung sengaja dilakukan dengan cara keluar dari ꦥꦼꦠꦶ peti yang juga menjadi properti, sebagai metafora ꦮꦪꦁ wayang yang keluar dari kotaknya untuk dimainkan serta dimulainya sebuah lakon.

Keluar dari peti pertanda dimulainya pertunjukan. Diperankan Eko Supriyanto. Foto: wiji PAR/omahaksara.id

Eko S. bergerak, menari memvisualkan ꦥꦸꦥꦸꦃꦣꦤ꧀ꦝꦁꦒꦸꦭ Pupuh Dandanggula yang disuarakan oleh Peni C. Hingga kemudian 2 legenda teater, Rachman Sabur dan Hanindawan, melanjutkan pembacaan buku seperti layaknya Dramatic Reading, setelah Mas Don membacakan pengantar nya. Kali ini Mas Don juga berperan sebagai Diponegoro di masa tua. 

 

Pemaknaan Wasiat Diponegoro

Wasiat Diponegoro diartikan sebagai pesan dan nilai untuk menciptakan masa depan, di mana pengalaman Diponegoro yang mengalami panggilan lewat pertemuan dengan ꦫꦠꦸꦄꦣꦶꦭ꧀ Ratu Adil, mendorongnya untuk keluar dari zona nyamannya dan mengambil resiko untuk mengalami takdir sebagai pelaku utama dalam merebut Pulau Jawa dari ꦥꦼꦚ꧀ꦗꦗꦲꦤ꧀ penjajahan.

Pentas Wasiat Diponegoro ini merupakan riset performance Sardono W Kusumo, Hanindawan, Rahman Sabur, Peni Candrarini, Otto Sidharta, Tisna Sanjaya, Eko Supriyanto dan Peter Carey, yang sepakat bekerja ꦒꦺꦴꦠꦺꦴꦁꦫꦺꦴꦪꦺꦴꦁ gotong royong dan tidak menerima sponsor agar tidak menimbulkan kecurigaan dari berbagai pihak, baik juga kontestan manapun. 

Dialogis nan elok. Diperankan oleh Peni Candrarini dan Eko Supriyanto.  Foto: wiji PAR/omahaksara.id

Pentas mengambil episode terakhir dari perjalanan perjuangan ꦣꦶꦥꦺꦴꦤꦺꦒꦺꦴꦫꦺꦴ Diponegoro, yaitu babak ketika Diponegoro ditangkap dan diangkut dengan kapal layar berdayung (korvet pollux) selama dua bulan dua minggu ke Manado.

Puncak dari pementasan ꦮꦱꦶꦪꦠ꧀ꦝꦶꦥꦺꦴꦤꦺꦒꦺꦴꦫꦺꦴ Wasiat Diponegoro ini adalah catatan yang dibuatnya ketika dalam pengasingan.

Jika aku mati, kuburkan jasadku di Makassar, di samping makam anakku, R.M. Sarkuma. Sertakan juga pusaka ku, Kris Bondoyudo, hasil peleburan tiga pusaka sebagai tanda kepercayaan memimpin Jawa. Meski keturunanku berjumlah 18, mereka harus memahami bahwa mewarisi pusaka ini sebagai simbol penguasa tanah Jawa tidaklah mudah. Tak seorang pun dari mereka boleh merasa bahwa dengan sendirinya ia mampu mengemban tugas seberat bapaknya.” (Pangeran Diponegoro)

Pentas ꦮꦱꦶꦪꦠ꧀ꦝꦶꦥꦺꦴꦤꦺꦒꦺꦴꦫꦺꦴ Wasiat Diponegoro digelar selama tiga hari mulai tanggal 6 hingga 8 Januari 2024 di Masdon Art Center, Jl. Empu Gandring No.40, Kemlayan, Kec. Serengan, Kota Surakarta. (wiji/nanang PAR)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *