Jatim Perlu ꦥꦼꦂꦣ Perda Pemajuan Kebudayaan
11 January 2024 | 67 kali
Fitur By : Nanang Purwono
Omahaksara.id: Surabaya (11/1/24) – I Wayan Arcana, warga Surabaya asal Bali, sudah lama menetap di Surabaya. Sekarang sudah menjadi ꦄꦫꦺꦏ꧀ꦯꦸꦫꦨꦪ Arek Surabaya. Meski begitu Wayan tidak lupa leluhurnya, tradisinya. Tradisi itu telah mendarah daging. Rumahnya berarsitektur khas Bali. Di sana ada patung patung dewa layaknya di Bali.
Di Surabaya, Wayan sangat tidak asing dengan sejarah kota ini. Ia adalah pengelola bangunan cagar budaya eks ꦥꦼꦚ꧀ꦗꦫꦏꦺꦴꦧ꧀ꦭꦺꦤ꧀ Penjara Koblen. Menyadari akan pentingnya nilai cagar budaya di Surabaya, ia pun welcome bagi siapa yang akan berkunjung ke situs bersejarah bagi kota Surabaya ini, Eks Penjara Koblen di daerah Bubutan.
Kantornya berada di dalam ꦠꦺꦩ꧀ꦧꦺꦴꦏ꧀ tembok bekas eks Penjara Koblen. Cukup sederhana. Satu satunya unit bangunan di dalam tembok penjara. Posisinya di dekat tembok sisi Timur. Keaslian bangunan itu tampak dari genting yang berstempel Nicky Soerabaia, genteng kuno yang umum diproduksi pada era tahun 1920 dan 1930-an.
Pada Senin sore (8/1/24), omahaksara.id mendatangi kantor Wayan dan berbincang di seputar sejarah dan budaya. Salah satunya, ia memperhatikan penggunaan ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Aksara Jawa pada penulisan nama nama kantor pemerintahan di kota Surabaya. Menurutnya, penulisan Aksara Jawa di Surabaya ini mengingatkan dirinya pada kampung halaman di Bali.
Wayan berasal dari ꦣꦺꦱꦣꦼꦩꦸꦭꦶꦃ Desa Demulih, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli dan ia besar dalam lingkungan keluarga yang sarat akan tradisi dan budaya Bali. Mulai dari orang tua hingga adiknya adalah seniman dan pelestari ꦧꦸꦣꦪꦧꦭꦶ budaya Bali. Beberapa sanak keluarga ada yang menjadi pandita terkenal di Bali. Bahkan salah satunya, Pandita ꦆꦣꦉꦱꦶꦄꦭꦶꦠ꧀ Ida Resi Alit, menjadi pandita yang melayani kegiatan ritual di mancanegara. Salah satunya di Tibet.
“Dia keliling dunia. Kadang di Amerika, Kanada dan juga di Tibet”, jelas Wayan sambil menunjukkan foto saudaranya yang berpose dengan wisatawan asing.
Sementara orang tuanya, I Wayan Dudet, umur 91 tahun, sangat terbiasa dengan aksara Bali. Bapaknya menulis serat serat Bali.
“Pokoknya hampir setiap hari bapak saya itu menulis dalam aksara Bali. Jadi di rumah itu banyak buku buku beraksara Bali hasil tulisan tangannya”, papar Wayan.
Keberadaan Aksara Bali adalah hal yang alami dan kultural. Masyarakatnya sudah terbiasa ꦩꦼꦁꦒꦸꦤꦏꦤ꧀ menggunakan Bahasa dan Aksara Bali. Banyak karya karya sastra juga ditulis.
Seiring dengan pergantian zaman dan perubahan yang terjadi serta datangnya wisatawan ꦩꦚ꧀ꦕꦤꦼꦒꦫ mancanegara dengan berbagai budaya dan pengaruhnya, maka terbitlah Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali.
Selanjutnya papan nama kantor, jalan, gedung, sarana pariwisata, dan fasilitas umum lainnya ditulis dengan ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦧꦭꦶ Aksara Bali dengan tetap menggunakan Bahasa Indonesia.
Penggunaan ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦧꦭꦶ Aksara Bali merupakan bentuk penguatan identitas budaya daerah sebagai bagian utuh dari kekayaan budaya Nasional dalam kerangka Ideologi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Tidak hanya di Bali, dalam rangka penguatan identitas budaya daerah dan identitas nasional, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belum lama ini menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 43 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta No 2 Tahun 2021 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan ꦧꦲꦱ꧈ꦱꦱ꧀ꦠꦿꦣꦤ꧀ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa.
Kapan Jatim Punya ?
DIY sudah punya Pergub Aksara Jawa. Bali sudah punya Pergub Aksara Bali. ꦏꦥꦤ꧀ꦗꦠꦶꦩ꧀ꦥꦸꦚ Kapan Jatim punya?
Itu pertanyaan yang ꦭꦸꦩꦿꦃ lumrah. Akan menjadi fakta yang tidak lumrah dan bahkan ironis bila ternyata Jatim, yang memiliki Aksara ibu (Kawi) dari Aksara Bali dan Aksara Jawa, ternyata Jatim belum memiliki Pergub tentang Aksara. Padahal, Jawa Timur memiliki Aksara Kawi, Jawa dan Pegon. Fakta fakta nya ada.
Fakta fakta kuno itu berbentuk prasasti dan manuskrip. Sebuah temuan prasasti di desa ꦒꦼꦩꦼꦏꦤ꧀ Gemekan, kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto mengungkap tentang silsilah Mpu Sindok dari Kerajaan Medang tahun 852 Saka atau 930 Masehi.
Bahkan sejauh ini Jatim belum memiliki Perda atau Pergub yang mengatur tentang Pemajuan Kebudayaan sebagai turunan dari Undang Undang No 5/2017 tentang ꦥꦼꦩꦗꦸꦮꦤ꧀ꦏꦼꦧꦸꦣꦪꦄꦤ꧀ Pemajuan Kebudayaan.
Semoga fakta lapangan tentang banyaknya temuan artefak terkait dengan aksara Nusantara dapat mendorong Provinsi Jawa Timur melahirkan ꦥꦼꦫꦠꦸꦫꦤ꧀ꦲꦸꦏꦸꦩ꧀ peraturan hukum sebagai turunan dari Undang Undang No 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. (nanang PAR).