Asap ꦱꦏꦿꦭ꧀ Sakral Penghantar Doa di Kanada dan Surabaya.

13 December 2023 | 54 kali
Fitur By : Nanang Purwono

Omahaksara.id: Surabaya (13/12/23) – Pada suatu kesempatan aku pernah tinggal di kawasan preservasi ꦱꦸꦏꦸꦆꦤ꧀ꦝꦶꦪꦤ꧀ Suku Indian di Kanada. Aku tinggal dengan keluarga ꦱꦸꦏꦸꦆꦤ꧀ꦝꦶꦪꦤ꧀ Suku Indian selama seminggu. Ketika itu di musim dingin, salju memutihkan bumi dan pohon pohon pinus. Hari hari dalam hitungan mundur semakin mendekati ꦲꦫꦶꦤꦠꦭ꧀ Hari Natal. Bulan Desember.

Tujuan ku tinggal di kawasan Konservasi budaya itu adalah ꦧꦼꦭꦗꦂꦧꦸꦣꦪꦆꦤ꧀ꦝꦶꦪꦤ꧀ belajar budaya Indian. Warga ꦏꦤꦣ Kanada lebih suka menyebut First Nation daripada Indian. Salah satu yang aku pelajari adalah tradisi ritual doa, yang bernama Sweat Lodge atau ꦒꦸꦧꦸꦏ꧀ꦏꦼꦫꦶꦔꦠ꧀ Gubuk Keringat. Ya, ritual doa ini harus dipenuhi dengan keringat atau keluar keringat.

Namanya ꦒꦸꦧꦸꦏ꧀ꦏꦼꦫꦶꦔꦠ꧀ Gubuk Keringat. Maka siapapun yang turut dalam doa itu dalam prosesnya akan sangat berkeringat. Luar biasa keringatnya! Saking panasnya berada di dalam gubuk itu. Padahal Sweat Lodge ini diadakan di ꦩꦸꦱꦶꦩ꧀ꦝꦶꦔꦶꦤ꧀ musim dingin yang bersalju. 

Bagaimana tidak ꦥꦤꦱ꧀ panas dan berkeringat? Kegiatan ritual ini diadakan di dalam lodge atau gubuk yang bentuknya seperti rumah orang ꦄꦼꦱ꧀ꦏꦶꦩꦺꦴ Eskimo. Sebelum para jamaah masuk ke dalam gubuk atau tenda, terlebih dahulu dimasukkan lah batu batu panas. Kemudian jamaah, yang berjumlah sekitar  10, masuk ke dalam gubuk. Jumlah orang tergantung besar kecilnya gubuk. Bisa dibayangkan hawa panas yang keluar dari batu batu panas itu.

Begitu semua jamaah masuk ke dalam tenda itu, barulah seorang pemimpin doa, ꦥꦼꦤ꧀ꦝꦺꦠ pendeta, masuk dengan membawa air dalam timba. Bagi, yang ikut berdoa, ada persyaratan. Yaitu bagi ꦮꦤꦶꦠ wanita hanya memakai semacam daster tanpa dalaman. Begitu pun dengan yang ꦥꦿꦶꦪ pria, mereka telanjang dada dan hanya memakai celana kolor. Bukan celana dalam. Namun semuanya membawa handuk.

Begitu semua pendoa sudah ada di dalam tenda, barulah pemimpin doa ꦏꦺꦴꦩꦠ꧀ꦏꦩꦶꦠ꧀ komat kamit dalam bahasa Indian. Setiap orang di dalam tenda tidak bisa melihat satu sama lain. Gelap gulita. Hanya untaian ꦏꦠꦏꦠ kata kata yang diucapkan yang bisa didengar. 

Dengan dibimbing pendeta, setiap orang mengucapkan doa sesuai ꦄꦒꦩ agama dan kepercayaan masing masing. Lainnya mendengarkan. Setelah semua memanjatkan doa, kemudian sang ꦥꦼꦤ꧀ꦝꦺꦠ pendeta memercikan air ke batuan panas yang diletakkan di tengah tengah mereka. 

Maka uap panas pun keluar dari bebatuan. Ruangan dalam tenda menjadi sangat panas. Panas sekali. Jauh lebih panas dari sauna. Di saat uap panas mengisi ruangan tenda itu, tiba tiba datanglah ꦧꦸꦫꦸꦁꦄꦼꦭꦁ burung elang. Entah dari mana. Si elang itu terbang kesana kemari dalam kegelapan. Sebagai bukti hadirnya ꦧꦸꦫꦸꦁꦄꦼꦭꦁ  burung elang itu adalah punggung saya tergores kuku kukunya. Berdarah punggung saya.

Setelah doa selesai, pintu tenda dibuka. Disana tidak ada burung elang. Pertanyaannya adalah dari mana burung elang datang dan pergi.

Kata pendeta, kehadiran burung elang adalah petunjuk hadirnya zat Yang Maha Kuasa. Ia menambahkan bahwa ꦄꦱꦥ꧀ꦠꦼꦧꦭ꧀ asap tebal dan tak terlihat oleh mata selama proses doa telah menghantarkan doa doa yang dipanjatkan para pendoa.

 

ꦄꦱꦥ꧀ꦝꦸꦥ Asap Dupa

Asap, yang keluar dari bebatuan panas menurut pendeta Indian, sangat tebal adanya. Karena terlalu gelap di dalam tenda, maka asap tebal yang menyesakkan pernafasan itu tidak terlihat. Menurutnya asap adalah ꦥꦼꦁꦲꦤ꧀ꦠꦂꦣꦺꦴꦄ penghantar doa.

Hal yang sama juga terjadi dalam kepercayaan orang Jawa. Bahwa asap dupa adalah penghantar doa jika doa itu dipanjatkan dengan khusuk dan penuh harapan. Apalagi doa itu diawali dengan niat.

“Niat ingsun ngobong dupa, kukuse  dumugi angkasa, kang angganda arum minangka tali rasa ingsun manembah dumateng Gusti Kang Akaryo Jagad.”

Kalimat pembuka umum sebagaimana  tersebut diatas, yang biasanya diucapkan oleh praktisi ꦏꦼꦗꦮꦺꦤ꧀ Kejawen atau aliran kepercayaan terhadap Tuhan YME, pada awal menyalakan dupa atau hio sebelum praktik ritual dimulai. 

Setelah itu, ꦣꦸꦥ dupa yang menyala lalu digerakkan dengan cepat agar ꦄꦥꦶ api yang menyala dipucuknya padam dan tinggal nyala di ujung dupa dan membiarkannya terus menyala dan mengeluarkan bau ꦲꦫꦸꦩ꧀ harum. 

Mengapa harus membakar dupa? Dengan membakar dupa dan juga biasanya ditambah membakar kemenyan di tungku perapian, sebenarnya merupakan sebagai sebuah tindakan untuk menciptakan suasana yang ꦲꦼꦤꦶꦁꦣꦤ꧀ꦱꦏꦿꦭ꧀ hening dan sakral. Dalam kesakralan itulah ada frekuensi yang sama yang bisa mengkoneksikan antara pendoa dan zat YME. Ringkasnya doa terkabul.

Dari kenyataan ini, aku jadi teringat ketika pada suatu hari sedang berada di ꦕꦤ꧀ꦝꦶꦠꦶꦏꦸꦱ꧀‌ Candi Tikus, Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Dalam keadaan tiduran dibawah pohon beringin, tiba tiba mencium bau dupa yang cukup kuat. Aku sempat mencari  dari mana arah datangnya bau dupa itu. Tidak jelas dan tidak dari mana mana. Tapi di sekitarku tidak ada dupa.

Kemudian kucari juru pelihara Candi dan dikatakannya bahwa ada orang di kejauhan sedang membakar dupa. Entah siapa dan dimana? Tapi pada suatu hari terkuak bahwa pada saat itu, di sekitar jam aku mencium bau dupa di Candi Tikus, memang ada pengakuan dari seseorang yang memang membakar dupa di situs peninggalan era Majapahit di Surabaya. Jadi antara ꦠꦿꦺꦴꦮꦸꦭꦤ꧀ꦝꦤ꧀ꦱꦸꦫꦧꦪ   Trowulan dan Surabaya.

Apakah bau dupa di Candi Tikus itu berhubungan dengan bakaran dupa di situs Majapahit di Surabaya?

Setidaknya asap sakral dalam prosesi doa, baik dalam kepercayaan Suku Indian di Kanada dan di Jawa, memiliki kesamaan. Asap sebagai penghantar doa. (nng)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *