Dupa di Antara ꦠꦿꦣꦶꦱꦶ Tradisi dan ꦩꦺꦴꦣꦺꦂꦤꦶꦱꦱꦶ Modernisasi
18 December 2023 | 76 kali
Fitur By : Nanang Purwono
Omahaksara.id: Surabaya (18/12/23) – Pada edisi sebelumnya (15/12/23), ꦩꦺꦣꦶꦪ media ini menurunkan artikel yang berjudul “Pengalaman Spiritual Dengan Aroma Dupa.” Kisah itu tidak lain adalah pengalaman ꦥꦼꦤꦸꦭꦶꦱ꧀ penulis sendiri di tengah belantara modernisasi kota Surabaya. Yaitu tentang tradisi Jawa. Membakar Dupa.
Pengalaman ꦥꦼꦤꦸꦭꦶꦱ꧀ penulis itu mengisahkan terciumnya ꦄꦫꦺꦴꦩꦣꦸꦥ aroma dupa, yang menyertainya sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya dari Jambangan, Surabaya Selatan menuju Manukan Rejo, Surabaya Barat, sekitar 10 kilometer.
Dalam ꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦗꦮ tradisi Jawa diyakini bila tercium ꦄꦫꦺꦴꦩꦣꦸꦥ aroma dupa di suatu tempat secara mendadak, diduga disana ada kehadiran ꦫꦸꦃ ruh. Hal ini juga diyakini penulis. Apalagi penulis meyakini itu ruhnya siapa. Penulis tidak merasa takut ketika merasakan dan mengetahui itu, tapi justru sebaliknya ia merasa tenang bersamanya. Ada komunikasi antara ꦥꦼꦤꦸꦭꦶꦱ꧀ penulis danꦫꦸꦃ ruh yang diyakininya itu.
Keyakinan akan kehadiran ꦫꦸꦃ ruh itu ternyata tidak hanya berlaku di Jawa. Di tempat yang nun jauh disana, dimana tradisi Jawa masih dijaga dan dilestarikan, kehadiran ruh yang dikaitkan dengan ꦄꦱꦥ꧀ asap dan ꦄꦫꦺꦴꦩꦣꦸꦥ aroma dupa juga masih dipercaya. Di Desa Lelydorp, ꦥꦫꦩꦫꦶꦧꦺꦴ Paramaribo, Suriname, penulis pernah melakukan tugas liputan ꦧꦸꦣꦪ budaya selama 3 minggu pada 2016.
Salah satunya adalah ꦫꦶꦠꦸꦮꦭ꧀ ritual pengantin Jawa. Secara tradisional, dalam ritual itu ada api atau ꦄꦒ꧀ꦤꦶ agni, baik dalam bentuk api sentir maupun api dupa, yang dipercaya melambangkan semangat. Mereka percaya bahwa ꦄꦱꦥ꧀ꦝꦸꦥ asap dupa itu menjadi penghantar ꦣꦺꦴꦄ doa dan ꦲꦫꦥꦤ꧀ harapan.
Tidak hanya tradisi yang ada kemiripan dan bahkan kesamaan, kondisi alam dan sosial ekonomi pun sama. Sepanjang perjalanan dari airport ke kota ꦥꦫꦩꦫꦶꦧꦺꦴ Paramaribo, di mobil terdengar siaran berbahasa Jawa dari ꦫꦣꦶꦪꦺꦴꦒꦫꦸꦣ radio Garuda, memutarkan lagu-lagu ꦕꦩ꧀ꦥꦸꦂꦱꦫꦶ campur sari. Penyiarnya berbahasa Jawa juga.
Pemandangan di sepanjang perjalanan nampak persis seperti di ꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪ Indonesia, tak ubahnya ꦔꦚ꧀ꦗꦸꦏ꧀ Nganjuk atau ꦏꦼꦣꦶꦫꦶ Kediri. Warung yang membuka kuliner di tepi jalan menyediakan saoto (soto), bakmi goreng (mie goreng), singkong goreng dan rempeyek. Masih ada lainnya.
Ketika orang Jawa di Suriname masih mempertahankan ꦫꦶꦠꦸꦮꦭ꧀ꦗꦮ ritual Jawa, sementara yang di Indonesia, ꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦗꦮ tradisi Jawa di beberapa tempat sudah mulai luntur. Termasuk membakar dupa. Membakar dupa, yang bersifat ꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦪꦺꦴꦤꦭ꧀ tradisional, dalam era ꦏꦼꦏꦶꦤꦶꦪꦤ꧀ kekinian menjadi kebutuhan baru, contohnya di Kota Surabaya.
Dupa Di Era Kekinian
Salah satu ꦩꦤ꧀ꦥ꦳ꦄꦠ꧀ manfaat dalam pembakaran dupa adalah sebagai ꦫꦺꦭꦏ꧀ꦱꦱꦶ relaksasi yang menghasilkan suasana yang sangat tenang. Saat membakar dupa, kepulan asap yang dihasilkan dari pembakaran tersebut dapat menciptakan suasana ꦲꦂꦩꦺꦴꦤꦶꦱ꧀ harmonis. Dupa juga bisa membantu mengurangi kecemasan, stress, dan ꦌꦩꦺꦴꦱꦶꦪꦺꦴꦤꦭ꧀ emosional karena aromanya yang harum.
Tidak heran jika ꦣꦸꦥ dupa digunakan di rumah rumah spa yang ada di hotel hotel untuk melayani tamu tamu yang butuh relaksasi. Keharmonisan ini juga dibawa ke ruang ruang di dalam rumah. ꦣꦸꦥ Dupa ditempatkan di sudut sudut ruangan yang juga berfungsi sebagai pengharum ruangan secara tradisional. ꦣꦸꦥ Dupa diselipkan pada pot tanaman hias.
Menurut literasi blibli.com, membakar dupa dipercaya dapat memberikan efek ꦫꦺꦭꦏ꧀ꦱꦱꦶ relaksasi serta menambah ꦏꦼꦣꦩꦻꦪꦤ꧀ꦧꦠꦶꦤ꧀ kedamaian batin dalam hidup. Asap dupa juga cocok untuk orang yang sedang mengalami kesulitan dalam beristirahat atau tidur.
Selain secara fisik asap dupa bisa untuk menyegarkan ruangan, secara filosofi asap dupa bisa untuk membersihkan dan menyucikan ꦌꦤꦺꦂꦒꦶꦤꦺꦒꦠꦶꦥ꦳꧀ energi negatif yang ada di sekitar. Secara meditatif aroma dupa yang wangi bisa membantu menciptakan suasana tenang dan meningkatkan ꦏꦺꦴꦤ꧀ꦱꦺꦤ꧀ꦠꦿꦱꦶ konsentrasi. (nng)
Sumber Foto: www.scentualmood.com